Medan, LINI NEWS – Sungguh ironis, di saat Indonesia memperingati HUT Bhayangkara ke-79 dan Hari Jadi Kota Medan, seorang warga bernama Joeng Chai justru harus menahan derita mendalam, menghadapi pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah oleh PN Medan. Ia dengan tegas keberatan pelaksanaan eksekusi pengosongan yang dijadwalkan pada 3 Juli 2025, karena dinilai sebagai tindakan tidak adil, tidak manusiawi, dan sarat rekayasa hukum oleh sindikat mafia tanah dan oknum tak bertanggung jawab.
“Tindakan ini seperti meninggalkan luka mendalam yang takkan hilang. Isteri saya sudah tiada akibat tragedi yang tak pernah saya bayangkan, dan kini rumah kami pun ingin dirampas dengan dalih utang yang penuh drama dan tipu daya,” ungkap Joeng Chai, menahan isak saat ditemui di PN Medan.
Menurutnya, utang Rp 900 juta yang diklaim diberikan kepada almarhum isterinya, Tio Li Yen, sangat janggal. “Saya tiap bulan kirim Rp 20 juta bahkan kadang lebih dari Jepang. Tidak masuk akal jika isteri saya sampai berutang sebesar itu dan pihak yang mengklaim sebagai pembeli tidak pernah memperlihatkan perjanjian pinjam meminjam uang tersebut. Saya menduga itu rekayasa fiktif penuh jebakan,” tegasnya.
“Dimana Akal Sehat Saat Keadilan Disandera?”
Joeng Chai juga mengungkap peristiwa mengerikan yang terjadi saat rumahnya hendak dikuasai secara sepihak. Dua anaknya masih duduk di bangku SMP—disekap dalam rumah dari siang hingga malam hari (Pukul O8.OO WIB), sementara mertuanya hanya bisa menangis di luar bersama satu cucu di keluarga, hingga akhirnya Tim Inafis Polrestabes Medan datang membuka pintu rumah tersebut.
“Jangan menendang orang yang sudah jatuh — karena di balik luka, masih ada nyawa yang ingin bangkit.”
Ia menyebut eksekusi ini sebagai bentuk penyiksaan moral dan psikis terhadap korban yang seharusnya dilindungi hukum, bukan dihabisi oleh hukum.
Kuasa Hukum Minta Ketua PN Medan Tunda Eksekusi: Masih Ada Gugatan Perlawanan
Tim kuasa hukum Joeng Chai yang terdiri dari Advokat Senior Salim Halim, Wilson Tambunan, Falentius Tarihoran, dan Klisman Sinaga SH, menegaskan bahwa eksekusi ini terkesan mengabaikan rasa keadilan karena masih ada gugatan perlawanan (verzet) yang sedang berjalan yang dapat menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Falentius Tarihoran, SH mengatakan, “Kami sudah ajukan permohonan penundaan eksekusi kepada PN Medan. Sesuai hukum, jika ada perlawanan yang beralasan, pengadilan dapat menunda pelaksanaan eksekusi. Namun sampai saat ini Ketua PN Medan tidak menanggapi permohonan tersebut bahkan ironis tetap menjalankan eksekusi pengosongan
Dasar Hukum dan Ketimpangan Prosedur
1.Gugatan Perlawanan (Derden Verzet) adalah upaya hukum sah pihak yang dirugikan untuk melawan isi putusan.
2.Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2019, Poin 22 angka 3 huruf a secara tegas menyebutkan Penangguhan eksekusi bersifat sementara terbatas untuk jangka waktu tertentu atau persyaratan tertentu, misalnya penangguhan dengan alasan adanya pelawanan pihak ketiga.
“Jangan menebang pohon tempat orang berlindung dari badai — karena jika hukum tak memberi teduh, rakyat akan mencari keadilan di luar jalur negara.”
Pesan Moral dan Seruan Keadilan
Joeng Chai berharap, Ketua PN Medan yang baru tidak menutup mata terhadap penderitaan keluarga kecilnya, apalagi masih ada proses gugatan perlawanan yang belum diputus. Ia juga mengajak masyarakat dan insan hukum di Kota Medan untuk mendoakan dan mendukung perjuangannya melawan praktik mafia tanah.
“Saya percaya, masih ada hakim yang memiliki hati nurani. Jangan paksa kami keluar dari rumah dengan alasan utang yang penuh tipu muslihat. Tolong, tunda eksekusi pengosongan ini. Biarkan gugatan perlawanan berjalan. Kami hanya ingin keadilan, bukan belas kasihan,” ujarnya sambil menatap langit PN Medan.(Nurlince Hutabarat)