Afif Abdillah Pasang Badan: Paripurna Pencabutan RDTR Tetap Jalan, Isu Pemerasan Tak Goyahkan DPRD Medan!

0
30

Medan, LINI NEWS – Di tengah badai isu pemerasan dan tudingan tarik-menarik kepentingan dalam pencabutan Perda No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Medan, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Medan, Afif Abdillah, tampil tegas. Ia memastikan bahwa Rapat Paripurna pencabutan Perda RDTR akan tetap digelar, membantah keras segala spekulasi yang menyebut adanya “setoran” dalam proses tersebut.

“Kami di Bapemperda hanya bekerja sesuai tupoksi. Tidak ada ruang bagi permainan gelap dalam urusan penataan kota,” tegas Afif saat dikonfirmasi, Sabtu (28/6/2025).

Sebelumnya, Paripurna terkait pencabutan Perda RDTR sempat batal digelar pada 2 Juni 2025 karena tak kuorum. Namun menurut Afif, hal itu murni karena minimnya kehadiran anggota dewan, bukan karena intervensi atau tekanan politik tertentu.

Isu mencuat usai Forum Anak Medan (FAM) melakukan aksi di Gedung KPK, menuding keterlambatan paripurna akibat “uang setoran” dari pengusaha belum merata diterima anggota dewan. Nama mantan Kadis Perkimcitaru Medan, Alexander Sinulingga, bahkan ikut diseret dalam tuduhan pemerasan.

Namun Afif menegaskan, dirinya tidak pernah mengetahui ataupun terlibat dalam hal-hal tersebut. “Kami hanya mengusulkan pencabutan karena secara substansi, sudah tidak berlaku. Perwal RDTR Nomor 60 Tahun 2018 sudah menggantikan fungsi Perda sebelumnya,” tegasnya.

Ia merujuk pada ketentuan bahwa ketika Peraturan Wali Kota telah mengatur substansi RDTR dan mendapat persetujuan substansi dari Kementerian, maka keberadaan Perda yang sama tidak lagi diperlukan. Bahkan, menurut Afif, kementerian sudah menyarankan penghapusan perda-perda yang bertumpuk.

“Perda yang mati suri hanya menjadi beban hukum. Penataan kota butuh kejelasan, bukan jebakan aturan tumpang tindih,” – Afif Abdillah

Dalam keterangannya, Afif juga menyoroti pentingnya menjaga ruang kota agar tak dikuasai kepentingan komersil semata. “Jangan sampai taman, rumah sakit, dan rumah ibadah malah dijadikan mall atau gedung mewah. Harus jelas zona untuk rakyat dan zona untuk bisnis,” pungkasnya.

“Menata ruang kota bukan soal siapa yang punya uang, tapi siapa yang peduli pada masa depan anak cucu kita,” – Afif Abdillah

Meski sempat tertunda, Afif memastikan usulan pencabutan Perda RDTR akan tetap dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Banmus) untuk dijadwalkan ulang. “Target kami bulan depan sudah paripurna. Ini bukan soal lambat, ini soal legalitas dan kepastian hukum,” tandasnya.

Latar Belakang dan Tuduhan FAM

Dalam aksinya di KPK, Forum Anak Medan (FAM) menuding adanya permainan uang di balik penundaan pencabutan RDTR. Mereka menduga, sebagian anggota DPRD tidak hadir dalam Paripurna sebagai bentuk protes atas pembagian “uang setoran” yang tidak merata.

Alexander Sinulingga, yang kini menjabat sebagai Kadis Pendidikan Sumut, dituding sebagai salah satu aktor penting yang berperan dalam pemerasan terhadap investor. Dugaan ini disertai tudingan bahwa Dinas Perkimcitaru menjadi “koordinator pengumpulan dana”.

FAM bahkan menyatakan, keterlambatan pencabutan RDTR telah membuat iklim investasi di Medan mati suri dan membuat investor enggan menanamkan modal. Mereka menyebut Medan kalah bersaing dengan daerah seperti Bandung dan Tangerang Selatan.

Pengaduan resmi telah diterima oleh Tenaga Ahli Humas KPK, Mukti, dan FAM meminta agar seluruh anggota Bapemperda DPRD Medan, termasuk Alexander, diperiksa demi menjaga integritas tata ruang kota.

Ketua Bapemperda DPRD Medan, Afif Abdillah, kini berdiri di tengah pusaran tudingan tajam. Namun ia memilih menjawab dengan ketegasan prosedural, bukan manuver politik. Di tengah tuduhan dan aksi demonstrasi, Afif menegaskan bahwa penataan kota harus bebas dari transaksionalisme. RDTR adalah fondasi arah pembangunan, bukan alat negosiasi kepentingan.(Nurlince Hutabarat)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini