Medan, LINI NEWS – Sidang praperadilan yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Medan bukan sekadar perkara hukum biasa. Di balik gugatan ini, tersingkap drama besar yang menyeret seorang dokter perempuan berinisial LP (Lia Praselia), yang kini dituding kuat sebagai pelaku penggelapan atau penadahan satu unit kendaraan objek fidusia.
Namun, alih-alih menyerahkan kendaraan kepada kreditur sah, LP justru diduga merekayasa cerita seolah dirinya menjadi korban perampasan handphone oleh empat petugas legal. Lebih parah, narasi penuh kebohongan itu disebar masif ke media sosial dan elektronik, menciptakan opini publik yang menyesatkan.
“Ini bukan hanya kebohongan, tapi pertunjukan kepalsuan yang dimainkan di atas panggung hukum dengan skrip yang busuk. LP menyatakan pemilik mobil telah meninggal dunia, padahal yang bersangkutan masih hidup dan sehat walafiat!” tegas Dr Longser Sihombing, SH MH, kuasa hukum dari Law Office Mutiara & Associates. di Sidang prapid, PN Medan, Senin, 23 Juni 2025
Plot Absurd: dr LP Ubah Plat, Ganti Warna Mobil, dan Fitnah Debitur Meninggal!
Tidak berhenti pada fitnah, LP juga diduga mengubah nomor polisi kendaraan dan mengecat ulang mobil — dua tindakan yang dalam hukum pidana merupakan pelanggaran berat. “Hukum tidak boleh dibohongi oleh status sosial atau profesi. Jangan jadikan jas putih sebagai tameng untuk kejahatan hitam!” kecam Dr Longser.
Pencemaran Nama Baik & Laporan Palsu: LP Diambang Jerat Ganda
LP disebut telah membuat laporan palsu ke kepolisian dan menyampaikan informasi menyesatkan secara publik. Dalam dokumen hukum, tindakan semacam ini bisa digolongkan sebagai pencemaran nama baik, pelaporan palsu, serta penguasaan barang hasil kejahatan.

Praperadilan: Uji Sah Tidaknya Penangkapan dan Status Tersangka
Empat petugas objek fidusia yang kini ditahan—Yusrizal Siagian, Andy Kenedy Marpaung, Badia Simarmata, dan Rindu Tambunan menggugat keabsahan penetapan mereka sebagai tersangka melalui praperadilan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 35/Pid.Pra/2025/PN.Mdn.
Dipimpin Hakim Tunggal Vera Yetty Magdalena SH MH, sidang ini telah memasuki tahap kesimpulan. Dalam pernyataan akhirnya, Dr Longser Sihombing membacakan dalil konstitusional dan moral yang mengakar pada ajaran Islam dan Kristen, sebagai bentuk permohonan nurani kepada majelis.
“Hukum tanpa hati nurani hanyalah pedang di tangan orang buta.”

Fakta Mengejutkan dari Persidangan: Waktu Laporan vs Waktu Penangkapan Tak Sinkron!
Tim hukum menemukan fakta bahwa LP membuat laporan polisi pada 21 Mei 2025 pukul 17.06 WIB, sementara penangkapan terhadap keempat pemohon dilakukan antara pukul 15.00–16.00 WIB di hari yang sama. “Ini artinya, mereka ditangkap sebelum laporan dibuat. Ini penangkapan tanpa dasar hukum — ilegal secara terang-terangan!” tegas Longser.
Lebih lanjut, saksi Syamsul E Manullang menyatakan bahwa dalam insiden yang dilaporkan, justru LP lebih dahulu merampas handphone. Fakta ini memperkuat bahwa narasi “perampasan” hanya upaya membalikkan posisi.
Saksi Kunci: Pemilik Mobil Hidup dan Menuntut Keadilan
Usman, warga Serdang Bedagai, yang adalah debitur sekaligus pemilik sah mobil Toyota Avanza Veloz BK 1187 NK, bersaksi bahwa mobil miliknya tidak pernah dititipkan ke LP. Ia mengecam keras pernyataan LP yang mengklaim dirinya telah meninggal dunia.
“Jangan kuburkan kebenaran hanya demi melindungi kejahatan! Mobil itu milik saya, dan saya masih hidup!” ujar Usman dalam kesaksiannya, seperti dikutip oleh Dr Longser.
Seruan Hukum dan Moral
Dalam kesimpulan akhir, Dr Longser Sihombing bersama tim hukum menyampaikan permohonan agar:
Penetapan tersangka terhadap empat petugas fidusia dinyatakan tidak sah dan cacat hukum.
Para pemohon segera dibebaskan dari tahanan Polrestabes Medan.
Proses hukum terhadap dr Lia Praselia dilakukan secara adil, transparan, dan tuntas.
“Jika hukum diam terhadap kebohongan, maka kebenaran kehilangan makna. Jangan biarkan hukum jadi alat menutupi dosa.” (Nurlince Hutabarat)