Sidoarjo, LINI NEWS – Tangis pilu menyelimuti Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Bangunan musala tempat para santri menimba ilmu ambruk pada Kamis malam (9/10/2025), menelan korban jiwa, termasuk anak-anak penghafal Al-Qur’an yang seharusnya sedang menapaki jalan masa depan.
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kak Seto Mulyadi, turun tangan menyampaikan duka cita mendalam atas tragedi memilukan itu. Suaranya bergetar, namun tetap penuh keteguhan moral ketika berbicara tentang anak-anak bangsa yang kehilangan teman sebayanya di tempat menimba ilmu.
“Kami menyampaikan duka cita dan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya. Semoga arwah adik-adik yang wafat diterima di sisi Allah SWT dan keluarga diberi kekuatan,” tutur Kak Seto dengan nada lembut namun tegas—Mutiara Kata Pertama: ‘Duka boleh datang, tapi cinta kepada anak tidak boleh padam.’
Bangkit dari Reruntuhan, Jangan Padamkan Semangat Belajar
Pesan Kak Seto khusus kepada para santri yang selamat agar tidak menyerah pada keadaan. Ia menyebut semangat belajar harus tetap menyala meski duka masih terasa.
“Kepada adik-adik yang terluka, bahkan yang harus menghadapi kondisi sulit seperti amputasi, tetap semangat. Bangkitlah, karena masa depan kalian tidak boleh roboh bersama tembok musala itu,” ujarnya penuh empati.
“Reruntuhan tembok bukan akhir segalanya, karena jiwa yang tegar akan membangun dunia kembali.”
Apresiasi untuk Pengasuh dan Relawan
Kak Seto memuji para pengasuh pesantren yang tetap memberikan dukungan moral dan memastikan proses belajar santri tidak berhenti. Ia juga menyampaikan apresiasi tulus kepada para petugas dan relawan yang tanpa lelah menyelamatkan serta mendampingi para korban.
“Kami sangat menghargai kerja keras para petugas dan relawan yang menjaga anak-anak di tengah suasana duka. Di tangan mereka, kemanusiaan masih berdenyut,” ujarnya.
“Ketika manusia menolong anak, sesungguhnya ia sedang menolong peradaban.”
Pesan Tegas: Evaluasi Total, Jangan Ada Korban Berikutnya
Tak sekadar belasungkawa, Kak Seto juga menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap keamanan infrastruktur pendidikan anak. Ia menegaskan bahwa musibah ini harus menjadi alarm moral bagi semua pihak.
“Anak-anak adalah titipan Tuhan. Maka setiap bangunan yang menampung mereka harus berdiri di atas tanggung jawab, bukan di atas kelalaian,” tegasnya.
“Setiap batu yang retak di sekolah adalah retakan pada tanggung jawab bangsa.”
LPAI Serukan Gerakan Nasional Sekolah Aman Anak
LPAI di bawah kepemimpinan Kak Seto berencana mendorong gerakan nasional “Sekolah Aman Anak” dengan audit keamanan menyeluruh terhadap fasilitas pendidikan berbasis anak di seluruh Indonesia.
“Tragedi ini tidak boleh berulang. Setiap pesantren, sekolah, dan lembaga pendidikan harus menjadi tempat yang aman, bukan ladang bahaya,” ujarnya dengan nada tegas.
“Tempat belajar anak harus menjadi taman kehidupan, bukan kuburan mimpi.”
Kak Seto: Anak-Anak Harus Tetap Tersenyum
Di tengah suasana duka, Kak Seto tetap menebarkan semangat khasnya: senyum dan harapan. Ia mengingatkan semua pihak bahwa kekuatan bangsa terletak pada tawa anak-anak yang bahagia.
“Saya ingin melihat anak-anak kita tersenyum lagi. Karena senyum mereka adalah tanda bahwa kita, orang dewasa, telah menjalankan amanah dengan benar,” katanya.
“Setiap senyum anak adalah tanda Tuhan masih percaya pada kita.”
Pesan Moral Mendalam
Tragedi Sidoarjo menjadi pelajaran moral bahwa pembangunan tanpa perlindungan anak adalah kesalahan besar. Kak Seto menutup pernyataannya dengan pesan penuh makna:
“Bangsa yang kehilangan satu anak karena kelalaian berarti kehilangan sepotong masa depannya. Mari kita jaga anak-anak kita, karena mereka bukan hanya pewaris negeri, tapi juga cermin nurani kita.”
“Perlindungan anak bukan pilihan—ia adalah ukuran sejati kemanusiaan.”
Kak Seto kembali menegaskan bahwa LPAI akan terus melakukan pendampingan terhadap para korban, memantau pemulihan psikologis anak-anak, dan mendorong pemerintah daerah melakukan langkah nyata untuk memastikan keselamatan lingkungan belajar.
Tragedi ini menjadi seruan moral agar setiap institusi pendidikan menjadikan keselamatan anak sebagai hukum tertinggi. (Nurlince Hutabarat)